TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Sosrokartono dan Jalan Sahaja Sang Manusia Serba Bisa


Dengan bekal gelar itulah, Sosrokartono mulai menjelajah berbagai belahan dunia, terutama Eropa untuk menjajaki beragam pekerjaan. Sampai pada tahun 1917, sebuah koran koran Amerika, The New York Herald Tribune, di kota Wina, Austria, membuka lowongan kerja sebagai wartawan perang untuk meliput Perang Dunia I. Salah satu tes adalah menyingkat-padatkan sebuah berita dalam bahasa Perancis yang panjangnya satu kolom menjadi berita yang terdiri atas kurang lebih 30 kata, dan harus ditulis dalam 4 bahasa yaitu Inggris, Spanyol, Rusia dan Perancis sendiri. 

Kecerdasan serta kemampuan menguasai berbagai bahasa di dunia, membuat Sosrokartono tidak mengalami kesulitan menjalani tes itu. Sehingga kemudian dia berhasil menyisihkan beberapa calon kandidat lain, dan terpilih menjadi wartawan dari sebuah surat kabar bergengsi di Amerika kala itu. 

Tak hanya berhasil membuat laporan-laporan menarik, yang di luar dugaan para pembaca terkait apa yang terjadi dalam perang dunia I. Sosrokartono juga sempat mengguncang dunia dengan sebuah laporan sangat rahasia terkait perjanjian damai antara pihak-pihak yang bertikai dalam perang dunia I.

Semua berawal saat Sosrokartono diterima sebagai penterjemah oleh kelompok blok sekutu. Dia diterima karena menguasai bahasa suku Basque, sebuah suku di pedalaman Spanyol. Yang mana Sosrokartono dijadikan penghubung, saat pasukan sekutu melintasi daerah itu.

Kemampuan Menakjubkan

Nah, dalam rencana perundingan sangat rahasia yang digelar di Hutan Campaigne yang berada di wilayah Perancis, Sosrokartono diikutsertakan dalam delegasi pasukan sekutu. Dan begitu rahasianya perundingan ini, sampai-sampai tidak ada satu wartawanpun yang diijinkan untuk meliput. Bahkan wilayah tempat perundingan berlangsung sudah dijaga ketat dengan radius satu kilometer. Sehingga tidak akan ada seorang penyusup pun yang bisa masuk ke dalam, untuk mengetahui isi perundingan. 

Namun keesokan harinya, di tengah para awak media yang terus berusaha mendapatkan informasi, dan di tengah masyarakat dunia yang menebak-nebak isi perundingan, sebuah tulisan di New York Herald Tribune mengguncang dunia. Di sana termuat sebuah laporan terkait hasil perundingan rahasia itu dnegan detail. Dan yang menarik, di sana disebutkan penulisnya sebagai anonim, dengan tanda bintang tiga. Yang usut punya usut, ternyata tanda ini identic dengan sosok Sosrokartono.

Banyak spekulasi yang berkembang terkait bagaimana Sosrokartono bisa mendapatkan isi perundingan itu serta bagaimana dia bisa meloloskannya ke kantor medianya. Padahal saat itu sebuah penjagaan sangat ketat dilakukan, termasuk terhadap sarana telekomunikasi. Dan salah satu spekulasi yang berkembang dikaitkan dengan kemampuan metafisik yang dimiliki oleh Sosrokartono, yang digunakan untuk mengirim berita itu keluar tanpa diketahui oleh penjaga.

Hasil dari perjanjian yang kemudian dikenal dengan Perjanjian Versailes inilah, yang kemudian mendorong terbentuknya Liga Bangsa-Bangsa pada 10 Januari 1920. Lembaga yang diprakarsai oleh Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson ini pada akhirnya bermetamorfosis menjadi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada 24 Oktober 1945.

Dan kemampuan menguasai puluhan bahasa pada akhirnya juga mengantarkan Sosrokartono terpilih sebagai kepala penerjemah di Liga Bangsa-Bangsa. Dia mengalahkan polyglot-poliglot lain yang juga ikut melamar. Sebab dengan kemampuannya menguasai 26 bahasa asing serta 10 bahasa etnis, dipandang menjadi nilai lebih dibanding para polyglot yang lain.

Selain menjadi penerjemah di Liga Bangsa-Bangsa, Sosrokartono juga pernah ditunjuk sebagai atase kebudayaan di Kedutaan Perancis yang berada di Den Haag, Belanda. Dan setelah itu dia memutuskan untuk pindah ke Jenewa, Swiss.

Laku Spiritual

Di Jenewa ini sebuah sejarah baru dicatatkan oleh Sosrokartono. Di mana pada suatu ketika, dia mendengar ada anak salah seorang temannya yang sakit dan tidak sembuh-sembuh, meski banyak dokter yang sudah menanganinya. Didorong rasa kemanusiaan, dia datang ke rumah sang teman tersebut dan melihat anaknya yang terbaring di atas ranjang. 

Dia lantas memegang dahi si anak sambil memberikan minum air putih. Dan ajaibnya sesaat kemudian si anak langsung sembuh. Sehingga sontak kejadian ini membuat banyak orang kaget dan heran. Karenanya sebuah julukan baru sebagai ‘Dokter Air Putih’ disematkan pada diri Sosrokartono.

Sosrokartono sendiri mengaku tidak tahu dengan apa yang terjadi. Sampai saat seorang dokter menjelaskan bahwa dia memiliki daya pesoonalijke magneetisme. Sehingga hal itu mendorongnya untuk mempelajari apa itu pesoonalijke magneetisme.

Untuk itu, dia pun rela pergi ke Perancis untuk mendalami Psychometrie dan Psychotecniek di sebuah perguruan tinggi di Paris. Namun basic keilmuwan sebagai sarjana sastra, tidak memungkinkannya untuk bisa mendalami ilmu itu dengan lebih dalam. Sebab ilmu itu hanya diberikan ke mahasiswa kedokteran. Sehingga hal ini membuat Sosrokartono merasa agak kecewa, dan kemudian memutuskan untuk mengakhiri petualangannya di luar negeri.

Di usianya yang semakin tua, Sosrokartono memutuskan tinggal di Bandung 

Bekal berbagai ilmu pengetahuan yang dimilikinya, dibagikan ke masyarakat melalui sebuah sekolah yang menjadi bagian dari organisasi Taman Siswa. Namun pada tahun 1927 dia memutuskan untuk keluar dari Taman Siswa. Selanjutnya jiwa sosial yang dimiliki Sosrokartono mendorongnya untuk membuat sebuah rumah penyembuhan dengan nama Dar – Oes – Salam, yang berarti tempat yang damai. Dan metode penyembuhan dengan air putih, menjadi fenomena tersendiri saat itu, yang membuat begitu banyak orang datang untuk meminta pertolongan.

Pada awal masa pendudukan Jepang, kesehatan Sosrokartono semakin menurun. Dia dikabarkan mengalami kelumpuhan. Namun demikian masih banyak masyarakat dan tokoh-tokoh nasional yang mendatanginya untuk mendapatkan siraman rohani. Sampai akhirnya pada tanggal 8 Februari 1952 dia meninggal di rumahnya yang berada di kawasan Jalan Pungkur No. 19 Bandung, Jawa Barat. Jenasahnya lantas dimakamkan di wilayah Kaliputu, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. 

Sosrokartono meninggal tanpa meninggalkan apapun dan siapapun. Semasa hidupnya dia memutuskan untuk hidup membujang. Bahkan meski mendapat bayaran mahal dari beberapa tempatnya bekerja di luar negeri, hal itu tidak digunakannya untuk hidup berfoya-foya. Karena itulah, konon ada yang mengabarkan bahwa harta milik Sosrokartono saat ini masih tersimpan di Bank Swiss, dan tidak ada yang bisa mencairkannya. Sebab saat kembali ke tanah air, dia memilih untuk hidup sederhana.

Namun demikian, kejeniusan serta pola pikir yang egaliter serta maju mendobrak ke masa depan dari Sosrokartono, menginspirasi banyak orang termasuk sang adik, RA Kartini. Pun demikian dengan tokoh-tokoh nasional seperti Bung Karno, kerap datang secara pribadi menemuinya, untuk mendapatkan wejangan-wejangan terkait kehidupan. //bbs

Halaman:| 1 | 2 |

Type above and press Enter to search.