TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Strategi Bertahan di Tengah Kebijakan Efisiensi, CEO Azana Hospitality: Terus Gas Pol dan Jangan Pelit

Dicky Sumarsono CEO Azana Hospitality
Dicky Sumarsono CEO Azana Hospitality

WARTAJOGLO, Solo - Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah yang tertuang dalam Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 telah memberikan dampak signifikan terhadap industri perhotelan, terutama hotel-hotel berbintang. 

Pembatalan perjalanan dinas, larangan rapat di luar kantor, serta pemangkasan anggaran untuk kegiatan Meeting, Incentive, Convention, and Exhibition (MICE) telah memukul pendapatan hotel yang selama ini mengandalkan acara-acara tersebut. 

Namun, di tengah tantangan ini, para pelaku industri justru didorong untuk lebih kreatif dan berinovasi agar dapat meningkatkan okupansi hotel.

Dr. Dicky Sumarsono, pakar perhotelan sekaligus CEO dan Founder Azana Hospitality, menegaskan bahwa situasi ini bukanlah yang pertama kali dihadapi oleh industri perhotelan. 

BACA JUGA: Inovasi Digital dalam Industri Perhotelan, Azana Hospitality Launching Azana Voyage

Menurutnya dunia perhotelan sudah pernah merasakan situasi yang hampir sama, saat pandemi Covid-19 melanda.

Saat itu banyak hotel yang harus menerapkan kebijakan mengurangi karyawan dan bahkan pelayanan, yang justru berdampak pada tingkat okupansi di hotel tersebut.

"Perlu diketahui bahwa pada saat momen KTT G-20, hotel yang dipilih untuk pelaksanaan dan tempat menginap para delegasi adalah hotel yang tidak pelit dan tidak ngirit, saat pandemi Covid-19. Dalam hal ini Kempinsky," ujar Dicky dalam acara buka bersama Azana Group di Hotel Alila Solo, Senin 17 Maret 2025.

Dicky menjelaskan bahwa dampak kebijakan efisiensi ini terutama dirasakan oleh hotel bintang 4 dan 5, yang sebagian besar pendapatannya berasal dari kegiatan MICE. 

"Porsi pendapatan dari MICE untuk hotel bintang 4 dan 5 bisa mencapai lebih dari 50 persen. Sementara untuk hotel bintang 3, porsinya hanya sekitar 30 persen. Jadi, jika ada hotel bintang 3 yang mengaku sangat terpengaruh, menurut saya aneh," jelasnya.

Menghadapi tantangan ini, Dicky menyarankan para pelaku industri untuk memaksimalkan pelayanan dan mencari celah-celah baru untuk menarik tamu. 

"Kita harus terus memaksimalkan apa yang kita miliki dengan menggenjot traffic dari kelompok yang tidak terdampak. Caranya adalah dengan memberikan stimulus-stimulus tertentu, yang merupakan bagian dari strategi marketing kita," jelas Dicky.

Salah satu strategi yang bisa dilakukan adalah memanfaatkan pertumbuhan jumlah influencer. 

"Keberadaan influencer yang terus bertambah sebenarnya bisa jadi peluang besar jika kita bisa memaksimalkannya. Caranya dengan memadukan review dari para influencer ini dengan iklan. Dengan begitu, kita bisa memaksimalkan strategi marketing yang kita jalankan," tandas Dicky.

Dicky juga menekankan pentingnya diversifikasi pasar dan inovasi dalam menghadapi krisis. 

"Diversifikasi market, inovasi, dan mencari celah-celah baru adalah kunci untuk bisa lepas dari krisis. Selain itu, memanfaatkan teknologi seperti booking engine juga sangat penting. Dengan booking engine yang baik, kita bisa meningkatkan okupansi hotel secara signifikan," lanjutnya.

Dari berbagai strategi tersebut, Dicky menyimpulkan bahwa industri perhotelan harus terus berinovasi dan memaksimalkan pelayanan untuk bisa bertahan dan berkembang di tengah tantangan kebijakan efisiensi. 

"Yang terpenting adalah kita harus terus gas pol dengan memaksimalkan apa yang kita miliki dan tidak berhenti berinovasi," tutup Dicky. //Bang

Type above and press Enter to search.