Sosok pahlawan nasional Soerjopranoto ditampilkan dalam panggung teater bertajuk "Soerjopranoto: 6 Tubuh Si Raja Mogok" (foto: instagram @komunitassakatoya) |
WARTAJOGLO, Yogyakarta - Komunitas Sakatoya, sebuah kelompok teater inovatif, akan mempersembahkan proyek teater bertajuk “Soerjopranoto: 6 Tubuh si Raja Mogok”.
Karya ini akan dipentaskan selama enam hari, mulai 3 hingga 8 Desember 2024, di enam situs bersejarah di Yogyakarta.
Proyek ini digarap dengan pendekatan teater situs spesifik dan pengalaman imersif-partisipatoris, mengundang penonton untuk terlibat langsung dalam pertunjukan.
Proyek ini mendapatkan dukungan penuh dari Kementerian Kebudayaan melalui program Fasilitasi Bidang Kebudayaan Teater Kepahlawanan 2024.
Melalui karya ini, Sakatoya bertujuan menggali kembali biografi tokoh nasional Soerjopranoto, menghidupkan peristiwa sejarah yang menyertainya, serta mengeksplorasi nilai-nilai perjuangan yang relevan dengan kondisi sosial-ekonomi masa kini.
Teater situs spesifik adalah pendekatan mencipta pertunjukan yang menggunakan lokasi bersejarah sebagai ruang ekspresi artistik.
Dengan pendekatan imersif-partisipatoris, penonton tidak hanya menjadi saksi, tetapi juga bagian dari pertunjukan, memungkinkan pengalaman yang mendalam.
Dalam proyek ini, enam sutradara dengan visi artistik unik akan menggarap enam pertunjukan yang memanfaatkan berbagai situs bersejarah di Yogyakarta sebagai latar dan lokus pengetahuan.
Beragam pendekatan artistik digunakan, seperti spekulasi fiksi, aktivasi arsip, reenactment sejarah, dan eksplorasi biografi.
Berikut adalah jadwal dan rincian enam pertunjukan dalam proyek ini:
1. “R.M Soerjopranoto” (3 Desember, SMK Ibu Pawiyatan Tamansiswa)
Disutradarai oleh Mifathul Maghfira Simanjuntak, pertunjukan ini mengisahkan masa kecil Soerjopranoto dari sudut pandang istrinya, R.A Jauharin Insiyah.
2. “(Denmas Landung) Suryapranoto Bertukar Jalan” (4 Desember, Kompleks Makam Raja-Raja Kotagede, Ndalem Nototarunan, dan Emplasemen Pabrik Gula Madukismo)
Irfanuddien Ghozali mengadaptasi biografi karya Budiawan untuk menciptakan tafsir kontemporer yang reflektif.
3. “Via Soerjopranoto” (5 Desember, Aula Boedi Oetomo, SMA N 11 Yogyakarta)
Disutradarai oleh Darryl Haryanto, pertunjukan ini menyoroti ketidaksepakatan Soerjopranoto dengan ideologi kolonialisme, kapitalisme, dan feodalisme.
4. “Wiyata Adhi Dharma” (6 Desember, Rumah Suryoputran)
Gilang “Gilbo” dan Galuh Putri S. menghadirkan pengalaman fiksi interaktif terinspirasi dari sekolah Adhi Dharma yang didirikan oleh Soerjopranoto.
5. “Vergadering Sarekat Islam” (7 Desember, Amphitheatre TBY)
Shohifur Ridho’i menghidupkan kembali situasi kongres Sarekat Islam dengan diskusi mendalam tentang hak buruh dan feodalisme.
6. “Merapal Piwulang Sampai Pulang” (8 Desember, Makam Rachmat Jati, Kotagede)
Pertunjukan penutup ini, disutradarai oleh Amalia Rizqi Fitriani, menggunakan dramaturgi ziarah untuk menyampaikan kebijaksanaan Soerjopranoto di akhir hayatnya.
Proyek ini melibatkan 120 partisipan setiap hari, termasuk siswa sekolah, komunitas sejarah, akademisi, hingga serikat buruh.
Penonton berperan sebagai spectactor yang aktif dalam pertunjukan. Mereka akan diajak menjelajahi tiga situs setiap harinya dengan bus yang telah disiapkan.
Soerjopranoto sendiri yang lahir di Puro Pakualaman, Yogyakarta, dikenal sebagai “De Stakings Koning” atau Si Raja Mogok.
Sebagai bangsawan yang peduli terhadap rakyat kecil, ia memimpin aksi mogok kerja besar-besaran dan mendirikan sekolah Adhi Dharma untuk memberdayakan kaum pekerja.
Pada 1959, Soekarno menganugerahi gelar Pahlawan Nasional kepada tokoh besar ini.
Eksplorasi Perjuangan Soerjopranoto, Komunitas Sakatoya Hadirkan “Soerjopranoto: 6 Tubuh si Raja Mogok” https://t.co/1WIw1LG6CW
— 🇼🇦🇷🇹🇦🇯🇴🇬🇱🇴 (@wartajoglo) December 3, 2024
“Pertunjukan ini dirancang untuk menggali kembali nilai-nilai perjuangan Soerjopranoto yang sangat relevan dengan isu sosial-ekonomi saat ini. Melalui pendekatan teater yang interaktif, kami ingin menghadirkan biografi sejarah secara utuh tanpa mereduksi narasi penting yang harus dipertahankan,” ujar B.M Anggana, produser sekaligus dramaturg proyek ini.
Proyek teater ini tidak hanya menjadi ruang refleksi sejarah, tetapi juga sarana pembelajaran interaktif yang mendorong generasi muda untuk memahami nilai-nilai keberanian dan keadilan dalam menciptakan perubahan sosial. //Lis