TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Antisipasi Gagal Panen di tengah Iklim Ekstrem. BMKG Bekali Petani Temanggung dengan Pelatihan Khusus


Demi mengantisipasi berbagai masalah yang muncul terkait kondisi iklim ekstrem pada dunia pertanian, BMKG memberikan pemahaman khusus pada para letani melalui Sekolah Lapang Iklim

WARTAJOGLO, Temanggung - Dampak iklim ekstrem sangat berpengaruh terhadap sektor pertanian. Sebab kondisi ini akan mengakibatkan penurunan produksi secara kuantitas maupun kualitas. 

Selain itu, berkembangnya hama penyakit disebabkan tidak sesuainya pola tanam dengan kondisi iklim, juga bisa terjadi. Yang kemudian mengancam kualitas produksi hingga gagal panen. Risiko gagal panen yang dialami petani ini tentu saja akan berdampak luas pada sistem ketahanan pangan nasional. 

Karena itulah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menggelar Sekolah Lapang Iklim atau SLI secara virtual di Desa Legoksari, Kecamatan Tlogomulyo, Temanggung, Jawa Tengah, Sabtu (6/6). Kegiatan tersebut digelar sebagai langkah antisipatif menghadapi iklim ekstrem. 

“Petani dan penyuluh pertanian perlu dibekali dan mendapat sosialisasi secara massif tentang iklim. Dengan adanya pemahaman tersebut, selain produksi yang dihasilkan semakin meningkat, informasi dari BMKG dapat dimanfaatkan secara maksimal guna mendukung sektor pertanian,” ungkap Dwikorita Karnawati, Kepala BMKG. 

Dwikorita memaparkan, petani dan penyuluh pertanian dibekali sejumlah materi pengetahuan. Di antaranya pengenalan unsur cuaca, alat ukur cuaca dan penakar hujan sederhana. Lalu pemahaman informasi dan prakiraan iklim/musim, proses pembentukan hujan, pemahaman iklim/iklim ekstrem, hingga materi tentang pengaruh cuaca atau iklim terhadap hama dan penyakit pada tanaman.

Sekolah Lapang Iklim di Temanggung

Dikatakan pula, bahwa penyampaian materi dan konsultasi dilakukan secara virtual dengan bahasa sederhana agar mudah dimengerti oleh petani dan penyuluh pertanian. Metode pembelajaran jarak jauh ini dilaksanakan sebagai langkah pemutusan mata rantai penyebaran COVID-19, tanpa menghilangkan substansi pokok dalam SLI. 

"Dengan memahami informasi iklim, produktivitas pertanian bisa meningkat hingga 30 persen. Jika dulu, petani secara tradisional bisa berpatokan pada hari dan bulan, maka sekarang harus berpatokan dengan data, yaitu pola curah hujan tiap wilayah," ungkap Dwikorita. 

Lebih lanjut, Dwikorita menambahkan bahwa Presiden Joko Widodo dan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo beberapa waktu lalu mendorong petani untuk melakukan percepatan musim tanam pada Tahun 2020. Instruksi tersebut, bukan tanpa alasan mengingat BMKG sendiri telah memprediksi bahwa puncak musim kemarau akan terjadi pada Agustus. Sementara curah hujan diperkirakan masih berlangsung hingga Juni. Percepatan tersebut guna mengantisipasi terjadinya krisis pangan. 

“30% wilayah di Indonesia yang memasuki zona musim akan mengalami kemarau lebih kering dari biasanya. Percepatan musim tanam ini dilakukan dengan memanfaatkan sisa curah hujan sebelum memasuki kemarau panjang,” imbuhnya. 

Karena itu pihaknya berharap, dengan terselenggaranya kegiatan ini secara rutin dari tahun ke tahun diharapkan dapat meningkatkan pemahaman terhadap informasi kehidupan yang berkaitan dengan iklim, sehingga dampak negatif berupa gagal panen atau penurunan produktivitas petani dapat dihindari. 

Sementara itu, dalam sambutannya melalui video conference Gubernur Jawa Tengah, Ganjar Pranowo mendorong petani untuk memanfaatkan sistem informasi yang dikeluarkan BMKG guna meningkatkan produktivitas dan hasil pertanian. //lis

Type above and press Enter to search.