Meski pemerintah menggelontorkan dana ratusan triliun rupiah, untuk mengatasi wabah codona. Namun sayangnya ketersediaan sarana pencegahan virus masih minim di masyarakat
WARTAJOGLO, Solo - Seiring berjalannya waktu, jumlah penderita corona di Indonesia terus bertambah. Berbagai upayapun terus dilakukan pemerintah untuk meredam penyebaran virus mematikan ini. Namun sayangnya jumlah penambahan penderita baru dengan yang berhasil disembuhkan tidak sebanding. Sehingga angka penderita baru tetap tinggi.
Kurang diisplinnya masyarakat dalam menjalankan himbauan social distancing dari pemerintah. Serta kurangnya sarana penunjang dari pemerintah sendiri untuk upaya pencegahan, dipandang sebagai salah satu penyebab, kenapa angka penderita Corona di Indonesia terus bertambah.
"Sejauh ini masyarakat kita hanya cenderung ditakut-takuti dengan informasi terkait corona ini. Tapi pemerintah justru kurang memberi dukungan sarana yang memadai. Padahal dengan terus menebarkan ketakutan, hal itu secara psikis tidak baik buat masyarakat. Sebab saya pernah baca sebuab penelitian, bahwa salah satu oenyebab penyakit adalah karena faktor psikis. Yang mana saat orang terlalu khawatir dengan penyakit tertentu. Hal itu justru akan melemahkan antibodynya. Yang kemudian justru bisa membuatnya benar-benar terserang penyakit itu," ujar pegiat sosial asal Kota Solo, BRM. Kusumo Putro, SH, MH, Kamis (26/3) sore.
Kurangnya sarana penunjang yang dimaksud Kusumo di sini adalah penyediaan bilik-bilik sterilisasi. Padahal untuk sarana pencegahan, bilik sterilisasi saat ini sangat urgent keberadaannya. Terutama di tempat-tempat pelayanan publik, seperti pasar, mall, stasiun, terminal atau kantor-kantor pemerintahan.
Bilik sterilisasi cukup efektif untuk mencegah penyebaran virus corona |
Hal lain adalah pemeriksaan atau rapid test, yang harusnya dilakukan kepada seluruh masyarakat, tanpa kecuali. Hal ini penting karena keberadaan virus ini tidak bisa hanya didetekai lewat mereka yang sakit. Dalam banyak kasus justru ditemukan bahwa virus ini mneyebar dari orang yang sehat, yang kebetulan memiliki daya tahan tubuh kuat.
"Sejauh ini tes COVID-19 hanya diberlakukan ke mereka yang sakit, atau diduga terserang corona. Tapi yang sehat malah tidak. Harusnya yang dites itu semua. Jadi kita bisa melakukan langkah yang lebih efektif untuk pencegahannya. Untuk itu, tempat pelaksanaan tes ini juga harus disediakan hingga ke tingkat bawah. Misalnya di puskesmas, aatau seluruh rumah sakit. Jangan hanya terpusat di rumah sakit tertentu," sambung pria yang juga anggota PERADI Kota Surakarta ini.
Antisipasi
Bagi Kusumo hal ini sangat mendesak untuk dilakukan, karena sebentar lagi sudah memasuki bulan puasa dan lebaran. Dan akan diikuti dengan tradisi mudik. Yang mana dari aktifitas mudik ini, potensi penyebaran virus akan jauh lebih besar.
Arus mudik dikhawatirkan bisa memperparah penyebaran corona |
"Mari bayangkan ketika gelombang arus pemudik mulai membanjiri terminal dan stasiun. Ketika mereka masuk dan naik dalam satu bus dan kereta api, dan saling berdesakan. Maka tidak ada lagi social distancing di situ. Sehingga saat ada satu orang yang tertular, maka akan menularkan ke orang satu bus atau kereta. Dan efek ini akan terjadi secara berantai saat nantinya orang-orang yang sudah tertular ini, sampai di kampung halaman. Karenanya hal ini harus segera diantisipasi pemerintah," lanjut Kusumo.
Bagi Kusumo, langkah mendesak yang harus dilakukan pemerintah adalah membangun bilik-bilik sterilisasi sebanyak mungkin di berbagai tempat. Karena pemerintah tidak mungkin melarang aktifitas mudik yang sudah jadi tradisi tahunan. Makanya langkah terbaik adalah dengan menyediakan fasilitas bilik steril.
Dan hal ini bukan perkara sulit. Karena semua tergantung koordinasi yang baik dengan dinas-dinas terkait ataupun kepala daerah. Sehingga pengadaan fasilitas ini bisa dengan cepat terwujud.
BRM. Kusumo Putro, SH, MH |
"Berapa sih biaya untuk pengadaan fasilitas itu, dibanding dengan dampak penyebaran virus ini. Apalagi presiden pernah mengatakannya bahwa keselamatan rakyat adalah hukum tertinggi. Itu artinya bahwa keselamatan warga harus diprioritaskan. Dan kita punya dana untuk penanggulangan bencana yang jumlahnya nyaris tak terbatas. Bahkan kapan hari katanya ada penambahan dana hingga Rp. 62,3 triliun. Lalu kemana dana itu? Malah ironisnya, sampai ada kabar bahwa pihak rumah sakit rujukan corona di Kota Solo kesulitan untuk mendapatkan baju khusus penanganan corona. Hingga harus memesan di tukang jahit. Padahal dana sebesar itu bisa dimanfaatkan untuk pengadaan fasilitas-fasilitas kesehatan, demi menyelamatkan seluruh warga dari virus corona," tegas pria yang tengah menempuh program doktoral di salah satu universitas di Kota Semarang ini.
Kebijakan Khusus
Dalam siaran pers yang disampaikan juru bicara kepresidenan Fadjroel Rachman pada Minggu 22 Maret 2020 lalu, Presiden RI Joko Widodo memang menegaskan akan mengutamakan keselamatan rakyat, dalam penanganan virus corona. Karena itu presiden akan melakukan berbagai upaya untuk mewujudkan hal itu.
Sementara terkait dana penanganan wabah Corona, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyebut akan mengalokasikan anggaran hingga Rp. 62,3 triliun. Yang diambil dari anggaran belanja kementerian dan lembaga. Selanjjtnya dana tersebut akan dimanfaatkan untuk kegiatan prioritas, seperti pengadaan alat kesehatan, penyediaan rumah sakit, hingga dunia usaha.
Hal ini disampaikan Sri Mulyani usai mengikuti sidang kabinet dengan presiden pada Jumat (20/3) lalu. Itu artinya akan ada dana sekitar Rp. 121 triliun, yang rinciannta Rp. 62,3 triliun dari APBN dan sekitar Rp. 59 triliun dari APBD. Dan hal ini dituangkan dalam Inpres Nomor 4 Tahun 2020 tentang Refocussing Kegiatan, Realokasi Anggaran serta Pengadaan Barang dan Jasa dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).
Dengan gambaran seperti itu, berarti tidak alasan untuk mengatakan, bahwa pemerintah kekurangan dana dalam penanganan wabah corona. Kecuali bila dana itu dalma prakteknya ternyata salah sasaran. Karena hal seperti ini bisa saja dimanfaatkan oleh para oknum, untuk meraih keuntungan.
"Intinya saya tegaskan, bahwa kesehatan itu adalah bagian dari hak asasi manusia yang dilindungi undang-undang. Kesehatan sendiri menurut UU Kesehatan no 36 tahun 2009, pasal 1 adalah keadaan sehat baik secara fisik, mental, spiritual maupun sosial. Yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomis. Jadi pemerintah wajib untuk melindunginya. Sehingga jangan sampai terlalu berhitung soal anggaran untuk penanganan wabah ini . Karena yang terpenting adalah bagaimana wabah ini bisa segera berlalu, dan masyarakat membali sehat dan tenang," pungkasnya. //sik