Apem keong emas diyakini menyimpan energi yang bisa mendatangkan berkah. Karena
itulah, warga berusaha mendapatkan apem ini dalam acara tradisi saparan di
komplek makam R.Ng.Yosodipuro.
WARTAJOGLO - Warga langsung merangsek maju, saat satu demi satu apem
yang disusun dalam gunungan mulai disebar panitia, pada acara tradisi sebar apem Pengging, Jumat (25/10) siang. Tak butuh waktu lama, gunungan-gunungan
kue apem, yang diyakini mengandung berkah itu langsung ludes dibagikan ke
warga.
Ya, setiap memasuki bulan sapar, warga Desa Bendan,
Kecamatan Banyudono, Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah memang selalu menggelar
acara berbau ritual, yang diberi nama sebaran apem keong emas. Disebut demikian
karena bentuk kue apem di salah satu gunungan, memang dibuat menyerupai bentuk
keong. Yang memang banyak ditemui di wilayah ini.
Di wilayah Banyudono sendiri, memang banyak
dikelilingi sumber air berupa umbul atau telaga. Yang mana di dalamnya hidup
ribuan keong berukuran kecil, dan berbaur dnegan bebatuan yang ada di dasar
umbul. Dan meski banyak, keong-keong ini tidak pernah mengganggu warga yang
memanfaatkan air telaga. Bahkan mereka membantu membersihkan lumut yang
menempel di dinding dan dasar telaga. Sehingga air di telaga itu bisa selalu
dalam keadaan jernih.
Namun tak hanya keong yang menghuni telaga-telaga di
wilayah ini, di areal persawahan milik warga juga hidup jenis keong lain yang
disebut keong emas. Jenis keong yang satu ini ukurannya terbilang cukup besar
dan menjadi hama bagi tanaman padi milik warga. Karena itulah, dnegan melakukan
tradisi sebar apem keong emas, diharapkan agar energy dari kue apem yang
disebar itu bisa menghalangi pergerakan keong emas yang kerap merusak tanaman
warga.
Dengan mendapatkan kue apem keong emas itu, warga
berharap agar sawah mereka nantinya benar-benar terbebas dari hama ini. Sebab dengan
mendapatkan dan memakan kue itu, menjadi simbol dimusnahkannya kekuatan dari
keong-keong ini. Sehingga tidak akan mengganggu sawah-sawah mereka lagi.
Namun keyakinan lain menyebutkan bahwa untuk menangkal
hama keong emas yang menyerang sawah, apem keong emas yang didapat perlu
dirituali untuk kemudian dipasang di sudut-sudut sawah. Dengan begitu energi
yang terpancar dari sesaji tersebut akan bisa menolak kedatangan keong emas ke
tengah areal persawahan.
Petunjuk
Gaib
“Apem keong emas ini sebenarnya adalah perwujudan dari
sesaji yang pernah dibuat oleh Raden Ngabehi Yosodipuro, saat wilayah ini
diserang hama keong emas. Saat itu untuk mengatasi hama yang sedang merajalela,
Raden Yosodipuro melakukan tirakat dan mendapat petunjuk untuk membungkus daging
keong emas dnegan menggunakan janur dan memasaknya. Hal ini lalu disampaikan ke
penduduk. Dan anehnya setelah para penduduk melakukannya, hama keong yang
menyerang sawah langsung lenyap,” jelas Sunarto salah seorang pengurus makam R.
Ng. Yosodipuro kepada wartajoglo.com.
Seiring berjalannya waktu, demi mengatasi hama keong
yang menyerang, warga tak lagi menggunakan daging keong emas yang dibungkus
janur, melainkan menggunakan adonan kue apem yang dikukus. Sesaji kue apem ini
selalu dibuat tiap kali jelang masa tanam. Dengan harapan sawah ladang warga
tidak diserang hama keong emas.
Adonan kue apem yang dibungkus berbentuk mirip keong
tak hanya diyakini memiliki energi pengusir bencana. Tapi lebih dari itu, kue
apem dipandang sebagai makanan yang mengandung energi pembawa berkah. Sehingga
diharapkan selain bebas dari hama, Tuhan juga senantiasa melimpahkan berkah
berlimpah pada lahan pertanian warga.
Dan sepeninggal R.Ng.Yosodipuro, akhirnya warga
menciptakan tradisi tahunan berupa bagi-bagi apem keong di tiap bulan Sapar.
Yang merupakan bulan di mana banyak warga petani yang memulai masa tanam.
Sehingga diharapkan energi dari apem ini bisa senantiasa menyelimuti
sawah-sawah mereka dan melindunginya dari serangan berbagai hama.
Dan karena bagian dari sebuah proses ritual, sebelum
disebar dan dibagikan kepada seluruh warga, apem-apem itu sebelumnya telah
dirituali dan disanggarkan di makam R. Ng. Yosodipuro selama semalam. Tujuannya
tentu agar ada pancaran energy dari karomah snag tokoh, yang merasuk ke dalam kue
apem itu. Sehingga kemudian memiliki kekuatan penangkal bencana, termasuk
menangkal hama di sawah.
Karenanya sejak dikirab dari pendopo kantor Kecamatan
Banyudono menuju komplek makam R.Ng.Yosodipuro, ribuan warga menyambut dengan
antusias arak-arakan gunungan apem itu. Apalagi dalam arak-arakan itu,
dilibatkan pula beberapa ekor kerbau keturunan Kyai Slamet yang selama ini
diyakini membawa berkah pada tempat yang dilewatinya.
Kehadiran kerabau Kyai Slamet sebagai cucuk lampah
atau pembuka jalan memang dipandang semakin menguatkan energi dari tradisi
ritual tahunan ini. Karena itulah pada puncak acara, warga dengan antusias
berebut kue apem yang disebar-sebarkan panitia dari atas panggung. Hingga dalam
waktu sekejap, dua buah gunungan besar apem langsung ludes dibagi-bagikan
kepada seluruh warga. Dan tak hanya kue apem yang menjadi buruan warga,
berbagai benda penghias gunungan pun tak luput dari sergapan para warga.
Benda-benda seperti batang bambu kerangka gunungan
ataupun pelepah pisang yang menjadi bantalan apem memang tak luput dari serbuan
warga. Mereka meyakini bahwa dalam benda-benda itu juga tersimpan energi
tertentu, yang bisa dimanfaatkan sebagai penolak bencana ataupun pengundang
berkah. //sik