TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Redam Bencana dengan Sesaji Buah


Kondisi yang masih terus memanas di tahun depan, mendorong seorang spiritualis untuk melakukan ritual khusus. Beragam jenis buah disediakan sebagai sesaji. Untuk meredam gejolak yang muncul.




WARTAJOGLO - Barisan pria berpakaian serba hitam berjalan beriringan dengan para abdi dalem Keraton Surakarta Hadiningrat. Sambil melangkah  perlahan, mereka keluar dari halaman sebuah toko di Jalan Veteran Surakarta, Jawa Tengah. Sebuah tampah berisi beraneka buah segar tampak dijinjing satu persatu. Sontak hal ini membuat salah satu jalanan padat di Kota Solo itu macet. Sebab kendaraan yang melintas tersendat oleh kerumunan warga yang ingin menyaksikan.

Ya, jelang pergantian tahun baru Jawa, budayawan asal Solo, Dewi Sri Sapawi kembali menggelar ritual. Seperti biasa, prosesi ritual yang dijalankan oleh wanita 60 tahunan ini selalu menyita perhatian publik. Sebab Dewi selalu mengisi acara ritualnya dengan berbagi uang yang nilainya tidak sedikit. Selain itu sesaji beragam buah segar juga selalu menarik untuk diperebutkan.

Prosesi mengarak sesaji itu sendiri adalah prosesi lanjutan dari beberapa prosesi sebelumnya. Di mana pada sore harinya, Dewi telah menjalankan prosesi ruwatan terhadap para pria pengusung sesaji. Mereka dimandikan dengan siraman air suci tujuh sumber yang telah diberi japa mantra. Tujuannya agar di tahun yang akan datang, tidak ada lagi energi negatif yang akan menyelimuti perjalanan hidup mereka.
Budayawan Dewi Sri Sapawi memimpin ritual

Tak hanya para pengusung sesaji. Ruwatan juga dilakukan pada srati mahesa atau perawat kerbau bule Kyai Slamet. Yang kebetulan pada tengah malam pergantian tahun, akan mengawal para kerbau itu saat dikirab berkeliling jalanan Kota Solo.

Tepat pukul 8 malam, saat para pria pengusung sesaji sudah berjajar di tepi jalan Veteran. Dewi yang mengenakan baju serba putih, tampak berjalan perlahan keluar dari belakang rumahnya dengan dikawal para pengikutnya yang m bawa obor. Taburan bunga melati serta beras kuning, menyertai langkah wanita yang gemar menjalankan berbagai laku spiritual itu.

Dan sesaat setelah dia sampai di tepi jalan raya, para pengusung sesajipun segera merapat membentuk lingkaran mengelilingi Dewi. Bermandikan cahaya obor yang mengelilinginya, tampak wanita ini memejamkan mata sembari merapal mantra. Sementara para warga yang menyaksikan ikut merangsek maju ke arah sang spiritualis.
Para abdi dalem Keraton Surakarta bersiap mengikuti ritual

Sempat terjepit karena desakan warga, Dewi pun berusaha tetap bertahan untuk menyelesaikan mantranya. Hingga saat dia mulai melepas beberapa ekor burung yang dibawa para pengiringnya, warga semakin tak terbendung. Mereka langsung merangsek mendekati Dewi yang segera membagi-bagikan amplop berisi uang.

Bersamaan dengan itu, warga yang tidak bisa mendekat ke arah Dewi segera menyerbu ke arah para pria pembawa sesaji. Puluhan tampah berisi buah serta sayurpun langsung ludes diserbu massa. Bahkan beberapa buah tampak terjatuh dan hancur terinjak warga yang saling berebut.
Seekor burung terbang melintas di atas kerumunan massa sesaat setelah dilepaskan, sebagai simbol ritual pembebasan

Sesaji beragam buah segar dalam ritual ini bukan tanpa alasan. Dewi menyebut bahwa kondisi di tahun depan ini masih penuh dengan gejolak. Sehingga hawa panas akan terus menyelimuti. Karena itulah dia berusaha meredamnya dengan energi positif yang menyejukkan dari simbol buah-buahan.

"Dari petunjuk yang saya dapatkan, hawa panas masih akan terus menyelimuti kita di tahun depan. Konflik, bencana dan beragam masalah masih belum benar-benar hilang. Karena itulah saya berusaha untuk meredam dengan energi yang lebih sejuk. Agar dampak dari gejolak yang terjadi, tidak semakin berat," jelas Dewi saat ditemui usai pelaksanaan ritual.
Dewi Sri Sapawi saat menyiapkan sesaji buah segar sebelum prosesi ritual

Sedangkan terkait beberapa ekor burung yang dilepas, Dewi menjelaskan bahwa hal itu adalah simbol dari pembebasan arwah-arwah yang selama ini terjebak di alam dunia, dan tidak bisa kembali ke alam baka. Di mana keberadaan arwah-arwah (gentayangan) ini, kerap memicu munculnya beragam masalah dan bencana. Sehingga dengan memberikan 'jalan' menuju alam baka, maka dia akan kembali ke alamnya. Dan tidak akan mengganggu kehidupan manusia di dunia.

"Burung-burung itu simbol pembebasan. Dalam hal ini terkait pembebasan arwah-arwah yang karena sesuatu hal harus terjebak di dunia dan belum bisa kembali ke alamnya. Mereka harus segera ditunjukkan jalan, untuk kembali pulang. Agar tidak sampai mengganggu manusia dan memicu terjadinya masalah," pungkas Dewi. // Klas

Type above and press Enter to search.