Beberapa tempat ritual mensyaratkan para pengunjungnya untuk membawa sesaji tertentu, demi keberhasilan ritual yang dijalankannya.
WARTAJOGLO - Beragam sesaji memang kerap diikutkan dalam sebuah prosesi ritual. Sebab selain diyakini sebagai media komunikasi, bagi mereka yang masih hidup dengan arwah para leluhur. Sesaji juga diyakini menjadi simbolisasi doa dan terkait dengan harapan tertentu, dari orang yang menyediakannya.
Sesaji Nasi Liwet
Salah satu dari serangkaian sesaji yang disediakan dalam ritual di komplek Makam Manang, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah adalah nasi liwet. Sesaji ini disebut menjadi sesaji utama, di samping sesaji-sesaji lain yang umum disediakan.
Sesaji nasi liwet disediakan bukan tanpa alasan. Terkait dengan makna sebagai media komunikasi dengan arwah leluhur, nasi liwet disediakan karena konon mendiang KRAdp Sosronagoro (patih Keraton Surakarta Hadiningrat), sangat menyukai makanan yang satu ini. Sehingga dengan menyediakan sesaji tersebut, diyakini bisa membuat senang arwah sang leluhur. Yang tentunya diharapkan bisa memberikan timbal balik positif pada anak turunnya yang masih hidup.
Sedangkan dari konteks simbol sebuah harapan, sesaji nasi liwet dipahami sebagai simbol dari harapan agar rejeki bisa senantiasa datang. Sebab nasi liwet adalah wujud makanan yang dimasak dengan bermacam bumbu rempah, sehingga menghasilkan rasa yang lezat. Artinya bahwa diharapkan dengan menyediakan makanan ini maka kehidupan di dunia akan senantiasa dinaungi berbagai kenikmatan.
Komplek makam Manang |
Tak hanya itu, kata liwet juga dimaknai secara filosofi sebagai rejeki sing semriwet atau rejeki yang senantiasa datang tanpa putus. Sehingga dengan menyediakan sesaji ini, harapan dari para anak turun adalah agar rejeki mereka di dunia bisa senantiasa lancar dan tanpa putus.
“Selain sudah merupakan tradisi dari dulu, ada yang meyakini dengan memakan nasi liwet maka rejekinya akan semriwet (selalu datang). Makanya hidangan ini selalu disajikan di tiap acara sadranan di makam ini,” terang Sarmanto sang juru kunci yang bergelar Panewu Mas Ngabehi Padmohastono.
Sesaji Bubur Katul
Sesaji-sesaji khusus seperti nasi liwet atau yang lainnya, tak hanya bisa ditemui di komplek makam Manang. Sesaji unik lain juga disyaratkan di makam Pangeran Wuragil, Gunung Malang, Desa Paseban, Kecamatan Bayat, Kabupaten Klaten. Di makam salah satu cucu Sunan Bayat atau Syeh Pandanaran ini, para peziarah wajib menyediakan sesaji bubur katul atau dedak, agar apa yang menjadi harapannya bisa terwujud. Ini terutama untuk para peziarah yang memang memiliki tujuan khusus.
Makam Pangeran Wuragil atau yang memiliki nama lahir Pangeran Menang Kabul ini, memang menjadi salah satu tempat keramat yang banyak dikunjungi para peziarah. Hal ini terutama dilakukan oleh mereka yang sulit mendapatkan keturunan. Sehingga dengan menjalankan ritual di makam tersebut, keturunan yang selama ini didambakan, diharapkan bisa segera didapatkan.
Dan lelaku yang satu ini juga pernah dijalankan oleh mendiang raja Keraton Surakarta Hadiningrat, Sinuhun Paku Buwono X, saat mengharapkan momongan. Dengan sebuah ritual khusus, akhirnya sang raja berhasil mendapatkan keturunan. Sehingga keampuhan makam Pangeran Wuragil semakin dikenal di masyarakat.
Bubur Katul sendiri disyaratkan bukannya tanpa alasan. Parwito Raharjo sang juru kunci menyebut bahwa disyaratkannya sesaji ini tak lepas dari petunjuk yang diperoleh Sinuhun PB X saat menjalankan ritrual di makam ini. Dalam sebuah meditasi yang dilakukannya, Sinuhun didatangi oleh arwah Pangeran Wuragil dan menyuruhnya untuk membuat bubur katul. Bubur itu selanjutnya sebagian diletakkan di dekat makam, dan sebagian dimakan.
Makam Pangeran Wuragil |
"Katul di sini bisa dimaknai sebagai kata kabul. Artinya bahwa apa yang kita harapkan akan terkabul, dengan menyediakan sesaji ini," terang Parwito.
Namun lepas dari keyakinan itu, katul atau dedak sendiri adalah jenis makanan yang sangat kaya akan nutrisi. Katul yang terbuat dari kulit ari beras diyakini mengandung zat-zat penting yang bermanfaat untuk meningkatkan kesuburan. Sehingga bila dikonsumsi pasangan suami istri, bisa membantu memudahkan dalam mendapatkan keturunan.
Sesaji Kerupuk Intip
Sesaji khusus yang lain juga disyaratkan kepada para pelaku ritual yang datang ke makam Ki Ageng Perwito, di Desa Ngreden, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten. Di makam ini, para peziarah yang ingin mendapatkan berkah diwajibkan untuk membawa sesaji berupa krupuk intip serta legondo atau lepet.
Peziarah di makam Ki Ageng Perwito menyiapkan sesaji kerupuk intip dan legondo |
Ki Ageng Perwito sendiri adalah putra bungsu dari Sultan Trenggono, Raja Demak. Bersamaan dengan keruntuhan Demak, dia kemudian mengabdikan diri pada Sultan Hadiwijoyo, kakak iparnya di Kerajaan Pajang. Dia dikenal sebagai sosok yang sangat memegang prinsip. Sehingga pendiriannya sangat kuat dan susah dipengaruhi.
Pada suatu ketika, di puncak sengketa antara Pajang dan Mataram, Raja Pajang memerintahkan Ki Ageng Perwito untuk mengingatkan Panembahan Senopati. Yang mendirikan Kerajaan Mataram, untuk membayar pajak dan tetap tunduk pada Pajang. Maka berangkatlah Ki Ageng Perwito menemui Panembahan Senopati, yang tak lain masih anak dari Sultan Hadiwijoyo.
Namun perselisihan karena perbedaan pendapat terjadi, hingga memicu terjadinya pertempuran di antara keduanya. Karena sama-sama sakti, maka tidak ada yang kalah dan tidak ada yang menang. Sampai akhirnya setelah mejalani pertarungan beberapa hari, Ki Ageng Perwito memutuskan untuk melakukan semedi guna mendapatkan petunjuk gaib, tentang cara mengalahkan Panembahan Senopati.
Nah saat itulah, tiba-tiba dia didatangai oleh Sunan Kalijaga yang mengingatkan agar dia menjalankan pesan Sultan Trenggono bapaknya. Sesaat sebelum meninggal, Sultan Trenggono berpesan agar membela orang yang mendapat wahyu bukannya orang yang sedang berkuasa. Dan saat itu Sunan Kalijaga menjelaskan bahwa wahyu kedaton saat ini sudah jatuh ke tangan Panembahan Senopati. Karenanya Sunan Kalijaga menyarankan agar Ki Ageng Perwito meninggalkan kerajaan dan berjalan ke arah timur hingga sampai di sebuah bukit kecil.
Makam Ki Ageng Perwito |
Mengetahui hal itu, Ki Ageng Perwito pun langsung memutuskan untuk mengikuti saran Sunan Kalijaga. Baginya lebih baik dia memilih untuk hidup tenang daripada terlibat dalam konflik keluarga yang dilematis. Karena baginya kedua pihak yang bertikai, sama-sama harus dibela.
Pajang harus dibela karena di situlah dia mengabdi, sedangkan Mataram juga harus dibela, karena di sanalah wahyu itu jatuh. Karena itulah dia kemudian memutuskan untuk tidak membela keduanya.
Dan setelah berjalan beberapa lama akhirnya dia sampai di sebuah bukit kecil yang berada di wilayah Wonosari, Klaten. Di sini dia kemudian membangun rumah dan bertempat tinggal. Dia memberikan banyak pelajaran bagi warga di sekitarnya terkait ilmu pertanian dan perdagangan. Karena itulah di tempat ini banyak warganya yang berhasil dalam dunia pertanian. Hal ini terlihat dari luasnya lahan persawahan di desa tersebut.
Sedangkan terkait sesaji kerupuk intip serta legondo, hal ini karena kedua makanan tersebut sangat disukai Ki Ageng Perwito semasa hidupnya. Karena itulah, dengan menyediakan sesaji itu saat berziarah, hal ini diyakini sebagai upaya untuk melobi arwah Ki Ageng Perwito agar berkenan membantu. Dan kabarnya telah banyak orang yang berhasil mewujudkan harapannya, setelah menjalankan ritual di makam sang tokoh.
Kerupuk intip sendiri adalah sejenis makanan ringan yang dibuat dari bahan nasi yang mengering di dasar panci, karena proses pemasakan. Nasi yang kemudian akan membentuk seperti wadah di mana dia dimasak itu, selanjutnya dikeringkan dan kemudian digoreng.
Sedangkan legondo atau ada pula yang menyebutnya lepet adalah sejenis makanan yang terbuat dari beras ketan bercampur kelapa, dan kemudian dibungkus daun janur. Makanan bertekstur liat dan gurih ini diyakini merupakan akronim dari kata oleh bondo atau mendapatkan harta. Sehingga bagi mereka yang ingin mendapatkan kelancaran rejeki atau bahkan kelimpahan harta, diwajibkan untuk menyediakan sesaji ini saat berziarah di makam Ki Ageng Perwito.
Selanjutnya sebelum datang dan berdoa di makam ini, ada anjuran agar bersuci di Sendang Tretes yang berada tak jauh dari lokasi makam. Sendang ini adalah tempat di mana Ki Ageng Perwito menjalankan ritual serta bersuci, semasa hidupnya. Di sendang yang diyakini dijaga dua ekor bulus gaib raksasa itulah, Ki Ageng Perwito kerap mendapatkan petunjuk, termasuk perintah menjalankan tapa ngluweng, hingga di akhir hayatnya.
Itulah beberapa sesaji khusus yang disyaratkan untuk mereka yang hendak menjalankan ritual, di beberapa tempat tertentu. Masih ada beberapa macam sesaji unik lain, yang akan dibahas pada tulisan berikutnya. //Rad