TfG6TUW8BUO7GSd6TpMoTSd7GA==
,, |

Headline News

Berharap Berkah dengan Berebut Gunungan Pitu




Beragam sesaji yang disusun dalam Gunungan Pitu diperebutkan warga sembari berharap agar Tuhan senantiasa memberikan berkah.


WARTAJOGLO - Tepat saat matahari mulai bergeser ke arah barat, arak-arakan warga Desa Karang Rejek, Kecamatan Wonosari, Kabupaten Gunung Kidul, DI Yogyakarta mulai bergerak menuju ke lapangan di depan balai desa setempat. Tujuh buah gunungan berisi hasil bumi atau yang disebut Gunungan Pitu, tampak dipikul ramai-ramai bersama dengan arak-arakan beragam kesenian yang ditampilkan warga.
Bersamaan dengan jelang masa tanam padi, warga Desa Karang Rejek memang selalu menggelar acara bersih desa. Yang yakini sebagai perwujudan rasa syukur atas segala berkah yang selama ini diberikan Tuhan. Sehingga dengan menggelar bersih desa itu, maka warga berharap agar Tuhan kembali memberi berkah panen berlimpah setahun ke depan.
Acara bersih desa memang hampir selalu dikaitkan dnegan datangnya masa tanam. Sebab ada keyakinan bahwa pada saat itulah Dewi Sri atau Dewi Kesuburan akan datang. Sehingga kemudian disambut dengan beragam acara budaya, termasuk menampilkan beragam kesenian, untuk menghibur sang dewi.
Dengan membuat hati sang dewi senang, maka diyakini dia akan datang lagi untuk memberikan kesuburan pada lahan pertanian di desa itu. Sehingga seluruh warga bisa mendapatkan panen berlimpah dari sawah ladang mereka.

Simbol Pertolongan
Tujuh buah gunungan raksasa berisi berbagai macam sesaji, menjadi perlengkapan wajib yang selalu disediakan pada setiap acara ini. Gunungan ini menjadi simbol dari rejeki dan berkah yang telah didapatkan warga, untuk kemudian diperebutkan oleh seluruh warga desa yang hadir. Yang mana barang siapa bisa mendapatkan salah satu dari sesaji yang ada di gunungan itu, diyakini akan mendapat berkah yang berlimpah di kemudian hari.
“Jumlah tujuh buah memiliki makna pitulungan atau pertolongan. Itu maksudnya bahwa semoga dengan apa yang kita laksanakan hari ini, Tuhan senantiasa memberikan pertolongan berupa berkah rejeki yang berlimpah pada seluruh warga,” ungkap Marjama, kepala Desa Karang Rejek kepada wartajoglo.com


Seorang warga merangsek ke atas gunungan untuk berebut isi gunungan yang diyakini membawa berkah
Ritual bersih desa seperti yang dilakukan warga Desa Karang Rejek memang nyaris menjadi ritual wajib yang harus diadakan setiap tahun. Hal ini bagian dari upaya manusia mendekatkan diri dengan Sang Pencipta. Sebab dengan selalu menjalin hubungan, maka segala apa yang dikehendaki pasti akan dikabulkan. Karena itulah serangkaian mantra dan doa pun menjadi sesuatu yang wajib untuk selalu dilafalkan.
  Seperti yang dilakukan warga Desa Karang Rejek. Sejak tiga hari sebelum ritual puncak, warga telah menggelar serangkaian acara yang di dalamnya diisi dengan pembacaan puji-pujian dan doa, yaitu Rasulan. Selain itu, warga juga menggelar acara di makam desa yang bertyujuan untuk mendoakan arwah para leluhur yang mendirikan desa.
Puncak prosesi merti dusun sendiri dimulai tepat setelah usai waktu sholat dhuhur atau setelah matahari mulai bergeser dari posisi puncaknya. Arak-arakan gunungan menjadi pemandangan yang paling ditungu oleh warga. Karenanya sejak pagi, warga telah berkumpul di sepanjang sisi jalan desa.
Barisan prajurit bregada bersenjatakan pedang terlihat gagah mengawal gunungan yang rata-rata setinggi 3 meter itu. Sambil diiringi suara gamelan yang ditabuh sekelompok warga, iring-iringan rombongan pengusung gunungan berjalan perlahan menuju lapangan di depan balai desa. Di belakangnya tampak mengiringi barisan gadis desa yang membawa sesaji.
Sesaat setelah rombongan memasuki lapangan desa, warga langsung menyerbu dan mengelilingi gunungan. Sambil menunggu ulama desa membacakan doa, warga bersiap untuk berebut. Harap-harap cemas menyelimuti perasaan warga yang siap berebut sesaji gunungan. Sebab apa yang didapat dari gunungan itu diyakini akan berhubungan dengan keberuntungan yang akan didapatkannya di kemudian hari.
Makanya tidak heran kalau suasana menjadi sedikit kacau menjelang acara rebutan. Sebab para warga berusaha mendapatkan tempat yang paling ideal untuk bisa mendapatkan sesaji yang diincarnya. Tapi untunglah, petugas keamanan yang berjaga bisa mengendalikan keadaan. Sehingga tidak sampai terjadi hal yang tidak diinginkan.
Tepat setelah seorang ulama desa usai membacakan doa dan diamini oleh segenap warga yang hadir, maka puluhan warga yangsejak tadi bersiap di dekat gunungan segera merangsek maju. Dalam sekjejap, berbagai bentuk sesaji yang umumnya berupa hasil pertanian dan hasil bumi lainnya ludes diserbu warga. Bahkan tak jarang beberapa warga harus memanjat ke puncak unungan untuk mendapatkan sesaji yang diincarnya.
“Sesaji itu biasanya tidak akan dimakan, umumnya warga akan menyimpannya sebagai jimat. Bagi yang  berprofesi sebagai petani, maka sesaji akan dikubur di sawah, sedangkan yang pedagang biasanya akan disimpan di kotak penyimpanan uang. Ada keyakinan bahwa dengan menyimpan sesaji itu, maka akan bisa menarik rejeki untuk datang,” papar sang kepala desa.
Dan karena umumnya dipakai sebagai jimat, banyak di antara warga yang membawa keranjang untuk menampung sesaji yang didapat. Sebab semakin banyak yang didapat berarti semakin banyak pula jimat yang dimiliki, yang tentu akan bisa dimanfaatkan dalam banyak tujuan. “Ini nanti akan saya bagikan ke saudara-saudara saya. Jumlahnya ada lima orang, dan kesemuanya jadi pedagang. Sedangkan saya sendiri jadi petani,” ungkap Sumirah, seorang wanita paruh baya yang tampak memasukkan bermacam sayur dan buah yang didapatnya dalam sebuah keranjang. //sik

 

Type above and press Enter to search.